Bilangan Kali Nol (nx0)




Setelah membuktikan nol faktorial = 1 (0! = 1), bilangan pangkat 0 = 1 (00 = 1), 0 dibagi dengan 0 (0 ÷ 0) = tak tentu atau tak pasti dan 0 pangkat 0 (00) = tak tentu atau tak pasti, maka kali ini akan kita buktikan sifat dasar perkalian semua bilangan dengan dengan bilangan 0.

Bilangan nol dikalikan dengan semua bilangan riil (termasuk 0) hasilnya juga nol.
Ini dikenal dengan sifat nol perkalian atau sifat perkalian dengan angka nol yang dituliskan dengan notasi:

Tahukan Anda alasan kenapa semua bilangan kali nol hasilnya nol (n x 0 = 0)?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?


Berikut alasannya:
Sebelum menjawab alasan kenapa semua bilangan kali nol hasilnya nol (n x 0 = 0), kita lihat terlebih dahulu beberapa sifat operasi antar bilangan nol, yakni:
       1. Operasi penjumlahan antar bilangan nol menghasilkan bilangan nol
                    0 + 0 = 0
       2. Operasi pengurangan antar bilangan nol menghasilkan bilangan nol
                    0 - 0 = 0
       3. Operasi perkalian antar bilangan nol menghasilkan bilangan nol
                    0 x 0 = 0
       4. Operasi pembagian antar bilangan nol menghasilkan bilangan tak tentu
                    0 ÷ 0 = tak tentu
       5. Operasi perpangkatan antar bilangan nol menghasilkan bilangan tak tentu
                    00 = tak tentu

Pada operasi penjumlahan dan perkalian berlaku sifat-sifat berikut:
       1. Sifat komutatif
                    a + b = b + a
                    a x b = b x a
       2. Sifat asosiatif
                   (a + b) + c = a + (b + c)
                   (a x b) x c = a x (b x c)
       3. Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
                   a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
                   (a + b) x c = (a x c) + (b x c)

Baca Juga: Nol Pangkat Nol (0^0)

Setidaknya ada 2 (dua) pembuktian yang bisa digunakan untuk mengetahui alasan kenapa n x 0 = 0.

Pertama,
Untuk membuktikan n x 0 = 0, kita dapat menggunakan sifat operasi antar bilangan nol nomor (1) yakni operasi penjumlahan antar bilangan nol menghasilkan bilangan nol
         0 + 0 = 0; kedua sisi dikalikan dengan n, maka
         n x 0 + n x 0 = n x 0; kedua sisi dikurangi dengan (n x 0), maka
         n x 0 + n x 0 - n x 0 = n x 0 - n x 0; karena (n x 0) - (n x 0) = 0, maka
         n x 0 = 0 (terbukti)

Kedua,
Untuk membuktikan n x 0 = 0, kita dapat juga menggunakan sifat operasi penjumlahan dan perkalian nomor (3) yakni sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan
         a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
Jika a = n, b =1 dan c = 0, maka
         a x (b + c) = (a x b) + (a x c) menjadi
         n x (1 + 0) = (n x 1) + (n x 0) atau jika dibalik
         (n x 1) + ( n x 0) = n x (1 + 0); karena (n x 1) = n dan n x (1 + 0) = n x 1 juga = n, maka
         n + (n x 0) = n; kedua sisi dikurangi n, maka
         n + (n x 0) - n = n - n; karena n - n = 0, maka
         n x 0 = 0 (terbukti)

Secara logika sebenarnya sangat mudah membuktikan bahwa berapa pun kali nol hasilnya nol.
Contoh:
Ada 1 buah ember kosong.
Berapa liter air yang ada pada 1 ember kosong?
Jawabannya tentu 0 liter air.

Sekarang ada 10 buah ember kosong.
Berapa liter air yang ada pada 10 ember kosong?
Jawabannya tetap 0 liter air.

Secara notasi dapat dituliskan sebagai berikut:
       1 x 0 = 0
       10 x 0 = 0


Apakah Anda sekarang masih penasaran?


Dari pengetahuan sendiri.


Nol Pangkat Nol (0^0)




Nol adalah sebuah bilangan yang unik.
Unik karena bilangan berapa pun dikalikan dengan nol hasilnya nol (sifat perkalian nol) dan bilangan berapa pun dijumlahkan dengan nol hasilnya bilangan itu sendiri (sifat identitas penjumlahan).
Unik berikutnya adalah bilangan berapa pun (kecuali nol) dipangkatkan 0 hasilnya 1.

Lalu bagaimana jika nol dipangkatkan dengan nol?
Kenapa hasilnya bukan 0 atau 1?
Kenapa justru hasilnya adalah tak tentu atau tak pasti (indeterminate)?

Tahukah Anda alasan kenapa nol pangkat nol hasilnya tak tentu atau tak pasti (indeterminate)?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?


Berikut alasannya:
Seperti telah dibahas pada artikel Bilangan Pangkat Nol (n^0) bahwa operasi perpangkatan memiliki beberapa sifat, antara lain:
     1. Sifat Perkalian Bilangan Berpangkat
                               na x nb = na+b

     2. Sifat Pembagian Bilangan Berpangkat
                               na : nb = na-b

     3. Sifat Pangkat Bilangan Berpangkat
                               (na)b = naxb

     4. Sifat Pangkat dari Perkalian Bilangan
                               (n x m)a = nx ma 

     5. Sifat Pangkat dari Pembagian Bilangan
                               (n : m)a = n: ma

Setidaknya ada 2 (dua) pembuktian yang bisa digunakan untuk mengetahui alasan kenapa 00 sama dengan tak tentu atau tak pasti (indeterminate).

Pertama,
Untuk membuktikan 0sama dengan tak tentu atau tak pasti (indeterminate), kita menggunakan sifat operasi perpangkatan yang pertama, yakni perkalian bilangan berpangkat:
            na x nb = na+b
Jika n = 0, a = 0 dan b  0, maka:
         na x nb = na+b
         00 x 0b = 00+b; karena 00+b = 0= 0, maka
         00 x 0 = 0
         00 = 0/0 = tak tentu atau tak pasti (terbukti)

Baca Juga: Nol Dibagi dengan Nol (0÷0)

Kedua,
Pembuktian kedua sebenarnya hampir sama dengan yang pertama, bedanya hanya pada penggunaan sifat operasi perpangkatan yang lainnya.
Untuk membuktikan 00 sama dengan tak tentu atau tak pasti (indeterminate), kita dapat juga menggunakan sifat operasi perpangkatan yang nomor (2), yakni pembagian bilangan berpangkat:
            na : nb = na-b atau jika dibalik
         na-b = na : nb
Jika n = 0 dan a = b  0, maka:
         na-b na : nb 
         0a-a = 0a : 0a ; karena a-a = 0 dan 0a  = 0, maka
         00 = 0 : 0 = 0/0 = tak tentu atau tak pasti (terbukti)

Apakah Anda sekarang masih penasaran?
Baik, jika Anda masih penasaran berikut dijelaskan kembali kenapa 0/0 = tak tentu atau tak pasti atau indeterminate:
Jika n adalah sembarang bilangan riil, maka:
Karena n/n = 1, maka 0/0 = 1 (sifat identitas pembagian).
Karena 0/n = 0, maka 0/0 = 0 (sifat pembagian dengan pembilang 0).
Karena n/0 = ∞, maka 0/0 = ∞ (sifat pembagian dengan penyebut 0).
Karena 0xn = 0, maka 0/0 = n (sifat perkalian dengan angka 0).

Contoh:
       0x25 = 0 maka 0/0 = 25
       0x40 = 0 maka 0/0 = 40
       0/0 = (25-25)/(50-50) = (25-25)/2x(25-25) = 1/2
       0/0 = (0/10)/(0/30) = 30/10 = 3
       0/0 = (100-100)/(100-100)
       0/0 = (102-102)/(10x(10-10))
       0/0 = (10+10)x(10-10)/(10x(10-10)) = 20/10 = 2

Karena hasil dari 0/0 bisa 10, ∞, atau bilangan berapa pun (25401/232, dll.) maka kesimpulannya adalah 0/0 hasilnya tak tentu atau tak pasti atau indeterminate.

Semoga Anda sekarang sudah tidak penasaran lagi.

Mulai sekarang, beberapa artikel dari blog ini telah ada versi videonya. Silakan simak artikel "Nol Pangkat Nol" dalam versi video berikut:

Untuk memastikan Anda tidak ketinggalan video edukasi terbaru dari kami, silakan SUBSCRIBE Channel YouTube: Alasan Kenapa Official
Anda juga bisa membagikan video ini tanpa izin khusus dari kami.

Semoga bermanfaat dan tetap jalani hidup sehat!


*Dari perhitungan dan pengetahuan sendiri.
**Menyitir diizinkan dengan mencantumkan sumber (https://alasan-kenapa.blogspot.com)



Konsep Angka Nol




Berbeda dengan angka 1-9, angka 0 (dibaca: nol atau kosong) ditemukan belakangan.
Karena angka 0 ditemukan belakangan maka urutan angka dimulai dari 1 dan diakhiri dengan 0 (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0) bukan sebaliknya.
Awalnya angka 0 dianggap tidak dibutuhkan. Angka 0 dianggap bilangan yang membingungkan, ada namun tiada.

Tahukah Anda alasan kenapa dibutuhkan angka 0?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?

Berikut alasannya:
Penemuan angka 0 telah memberikan kontribusi luar biasa bagi perkembangan zaman.
Bayangkan saja jika hingga sekarang tidak ada angka 0 mungkin konsep biner (0,1) pada sistem komputasi tidak dapat ditemukan.
Awalnya angka 0 dianggap tidak bermanfaat sampai kemudian seorang matematikawan asal India bernama Brahmagupta (598-670 SM) menggagas penggunaan angka 0.
Angka 0 berperan sangat penting dalam matematika sebagai identitas operasi penjumlahan pada bilangan bulat, bilangan riil, dan struktur aljabar lainnya.

Brahmagupta menyatakan:
  • 0 + angka negatif = angka negatif; dan angka negatif - 0 = angka negatif;
  • 0 + angka positif = angka positif; dan angka positif - 0 = angka positif;
  • 0 + 0 = 0 dan 0 - 0 = 0;
  • 0 - angka negatif = angka positif;
  • 0 - angka positif = angka negatif;
  • angka dibagi dengan 0 tidak dapat didefinisikan dan tidak memiliki arti secara aritmetika (konsep ini sedikit salah karena belakangan diketahui angka dibagi 0 hasilnya tak hingga).
Selain itu, juga dinyatakan bahwa:
  • angka dikurangi angka yang nilainya sama hasilnya 0;
  • angka kali 0 hasilnya 0;
  • 0 dibagi dengan angka hasilnya 0;
  • 0 dibagi dengan 0 hasilnya tidak tentu atau tidak pasti.
Konsep angka 0 atau O berawal dari konsep ketiadaan atau kekosongan.


Ilmuwan zaman dahulu memerlukan sebuah bilangan untuk menyatakan kekosongan tersebut, sehingga suatu kekosongan dapat diketahui "keberadaannya". 

Pemikiran lain yang mendasari penemuan angka 0 tersebut adalah konsep garis bilangan. 
Garis bilangan adalah suatu gambar garis lurus di mana setiap titiknya melambangkan suatu bilangan riil dan setiap bilangan riil merujuk pada satu titik tertentu yang berurutan dari bilangan besar positif menuju ke negatif atau sebaliknya.
Untuk memisahkan bilangan riil positif dan negatif dibutuhkan suatu bilangan moderat, yang berada di tengah-tengah. Oleh karena itu diciptakan sebuah bilangan atau angka 0.
Angka 0 digunakan sebagai 'perantara' untuk operasi pengurangan atau penjumlahan dari positif ke negatif atau sebaliknya.

Contoh:
     4 - 5 = ???
Pada garis bilangan dimulai dari angka 4 kemudian bergerak ke kiri sejauh 5 langkah.
Hasilnya 4 - 5 = -1
Bayangkan, jika tidak ada angka 0 tentu hasilnya menjadi -2 (salah) karena pada dasarnya
     4 - 5 = -(5 - 4) = -1

Contoh lainnya:
     -4 - (-5) = ???
Pada garis bilangan dimulai dari -4 kemudian bergerak ke kanan (- - = +) sejauh 5 langkah.
Hasilnya -4 - (-5) = 1


Angka 0 juga dibutuhkan untuk mengukur panjang suatu objek dimana titik acuan atau titik tolaknya adalah angka 0.
Contoh:
Mengukur panjangnya pensil menggunakan penggaris.
Pangkal pensil diletakkan pada angka 0 penggaris dan ujung pensil menunjukkan angka 11.
Ini artinya panjang pensil terukur 11 cm.
Jika tidak ada angka 0 dan angka acuannya adalah 1 maka panjang pensil menjadi 12 cm (salah).


Meskipun angka 0 telah dikenal SM, namun sistem kalender masehi tidak menggunakan angka 0 sebagai awal tahun masehi. Itulah sebabnya ada sedikit miskonsepsi tentang awal milenium baru.
Beberapa pihak menyatakan bahwa tahun 2000 adalah awal milenium ke-3. Anak-anak yang lahir mulai tahun 2000 hingga sekarang disebut anak-anak milenial.
Benarkah demikian?
Sebenarnya tidak demikian. Karena permulaan tahun masehi adalah tahun 1 maka milenium pertama diawali dari tahun 1 dan diakhiri dengan tahun 1000, milenium kedua mulai tahun 1001 sampai dengan 2000, dan milenium ketiga berawal dari tahun 2001 sampai dengan tahun 3000.
Ingat 1 milenium lamanya 1000 tahun.
Maka lebih tepat jika dinyatakan bahwa anak-anak milenial adalah anak-anak yang lahir pada milenium ketiga yang dimulai pada tahun 2001.
Atau boleh juga disebutkan anak-anak milenal adalah anak-anak yang lahir pada tahun 2000-an (setelah tahun 2000).

Dalam perhitungan waktu harian menggunakan sistem 24-jam, waktu dalam sehari dimulai dari jam 00:00:00 (setelah tengah malam) dan diakhiri dengan jam 23:59:59 (kecuali Detik Kabisat diakhiri dengan 23:59:60).
Oleh karenaya jika kita perhatikan pada jam digital atau jam pada smartphone (24-hour format) tidak akan ada jam 24.00 (dari jam 23.59 langsung ke jam 00.00).
Ini artinya konsep angka 0 juga digunakan sebagai awal hari.
Hal ini terlihat jelas pada perayaan pergantian tahun atau perayaan tahun baru masehi.
Ketika waktu menunjukkan pukul 00.00 (bukan 00.01) maka dianggap sudah memasuki tahun yang baru.

Dalam sistem bilangan biner atau sistem bilangan berbasis dua, simbol atau angka yang digunakan hanya 2 yakni angka 0 dan 1 (bukan angka 1 dan angka 2). Sistem bilangan ini merupakan dasar dari semua sistem bilangan berbasis digital.
Pada sistem modulasi digital ASK (Amplitude Shift Keying), angka 0 diwakili dengan kondisi tidak adanya sinyal (tegangan/arus) dan angka 1 diwakili dengan kondisi adanya sinyal (tegangan/arus).


Dalam struktur aljabar, dikenal istilah Aljabar Boolean yakni aljabar yang menggunakan tipe data yang memiliki dua nilai, benar dan salah. Angka 0 digunakan untuk merepresentasikan nilai yang salah dan angka 1 digunakan untuk menyatakan nilai yang benar.
Aljabar boolean menggunakan operasi logika NOT, AND, OR, NOR, XOR, NAND dan NOR.


Dari beberapa contoh implementasi angka 0 di atas, sulit dibayangkan jika angka 0 tidak ditemukan hingga sekarang.
Bahkan Anda mungkin tidak bisa menggunakan smartphone untuk sekedar membuka aplikasi berbasis pesan (chatting) jika angka 0 tidak ditemukan.

Demikian alasan kenapa dibutuhkan angka 0 dan implementasinya pada kehidupan kita sehari-hari.

Apakah Anda masih penasaran?


Dari berbagai sumber, sudah diolah kembali dengan kata-kata sendiri.




Diskon Ganda




Jika Anda jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, pastinya Anda pernah melihat harga barang-barang yang didiskon.
Sesekali Anda juga pasti pernah melihat harga-harga barang yang didiskon dengan nilai diskon 50%+20%, 60+25%, dll.
Ya, diskon semacam itu disebut sebagai diskon tambahan atau diskon ganda (double discount) yang nilainya tidak serta merta dijumlahkan.

Tahukah Anda alasan kenapa ada diskon ganda?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?

Berikut alasannya:
Secara awam, jika ada diskon 50%+20% (biasanya angka 20% ditulis dengan huruf lebih kecil) kenapa tidak ditulis saja dengan diskon 70%?
Ya, karena memang nilai diskonnya bukanlah 70%.
Penulisan diskon ganda seperti 50%+20% itu hanyalah strategi pemasaran dari penjual untuk menarik perhatian pembeli karena seolah-oleh nilai diskonnya menjadi besar.

Kenapa?
Karena diskon ganda (double discount) sesungguhnya adalah suatu diskon dimana diskon yang kedua (diskon tambahan) bukanlah dikalikan dengan harga asli, melainkan dikalikan dengan harga yang telah didiskon dari diskon pertama.
Contoh:
Harga asli Rp. 100.000
Jika didiskon 70% maka harga setelah diskon menjadi
= Rp. 100.000 - (70% x Rp.100.000)
= Rp. 100.000 - Rp. 70.000
= Rp. 30.000

Jika didiskon ganda 50%+20% maka harga setelah diskon
= Rp. 100.000 - (50% x Rp. 100.000)
= Rp. 100.000 - Rp. 50.000
= Rp. 50.000
Harga Rp. 50.000 ini didiskon lagi 20% sehingga menjadi
= Rp. 50.000 - (20% x Rp. 50.000)
= Rp. 50.000 - Rp. 10.000
= Rp. 40.000

Terlihat bahwa harga dengan diskon 70% tidak sama dengan harga dengan diskon 50%+20%.
Diskon 70% tentu lebih murah dibandingkan diskon 50%+20%.
Dari sisi pemasaran, ini tentu "lebih menguntungkan" penjual karena sebagian besar pembeli akan berpikir bahwa diskon 50%+20% sama dengan diskon 70% sehingga mereka tergoda untuk membeli, padahal diskon 50%+20% itu sama saja dengan diskon 50%+(20%x50%) = diskon 60%.

Itulah sebabnya kadang ada juga diskon 60%+40% yang nilainya pasti bukan diskon 100% karena jika nilai diskon sampai 100% sama saja dengan gratis. Diskon 60%+40% = diskon 84%.

Bagaimana Cara Menghitung Diskon Ganda?
Cara menghitung diskon ganda tidaklah sulit.
Intinya, semakain besar diskon pertama maka semakin besar diskon yang diperoleh.
Contoh:
Diskon 50%+20% = diskon 60%
Diskon 20%+50% = diskon 30%

Formula untuk menghitung diskon ganda adalah:
DG = D + (DxT)
DG = D x (1+T), karena  nilai T >0% dan <100% maka nilai diskon ganda menjadi
DG = D x 1,T
dimana
DG adalah nilai diskon ganda
D adalah nilai diskon pertama
T adalah nilai diskon kedua (diskon tambahan)
Contoh:
Diskon pertama, D=60% dan diskon tambahan, T=25%, maka nilai diskon ganda menjadi
= 60% x 1,25 = 75%.
Dengan cara yang sama diperoleh nilai diskon
50%+40% = 50% x 1,4 = 70% (bukan 90%)
60%+30% = 60% x 1,3 = 78% (bukan 90%)
70%+20% = 70% x 1,2 = 84% (bukan 90%)

Hanya pada diskon ganda 60%+40% = 70%+20% dan 50%+20%  20%+50%
Aneh bukan?

Jadi alasan kenapa ada diskon ganda sebenarnya hanyalah strategi pemasaran dari penjual, dimana dengan menggunakan diskon ganda diharapkan pembeli akan lebih tertarik untuk membeli karena seolah-olah nilai diskonnya mejadi besar dengan menjumlahkannya secara langsung.
Mulai sekarang Anda harus lebih hati-hati lagi berbelanja jika menemukan diskon ganda semacam ini.
Hitung dulu yang cermat sebelum membeli.

Masih Penasaran?
Pastinya tidak, namun semoga saja Anda tidak menjadi kesal setelah mengetahui ini.



Dari pengetahuan sendiri



Harga Unik Fast Food




Untuk Anda para penggemar fast food pasti sudah tidak asing lagi melihat harga makanan Rp. 15.909, Rp 17.727 atau  Rp. 31.818.
Harga-harga ini tergolong unik karena bukan kelipatan ribuan atau lima ratusan sebagai mana layaknya harga makanan di restoran atau warung Padang.

Tahukah Anda alasan kenapa fast food  menggunakan harga-harga yang unik seperti di atas?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?

Berikut alasannya:
Tidak semua penjual fast food menggunakan pola harga seperti di atas. Namun jika kita lihat di mall-mall, sebagian besar menggunakannya.
Alasannya sebenarnya sangat sederhana dan mungkin sebagian besar sudah mengetahuinya.
Ya, alasannya adalah karena semua harga yang tertera tersebut belum termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Di Indonesia, seperti kita ketahui besarnya PPN adalah 10%.
Karena besarnya PPN 10% maka semua harga-harga di atas jika ditambahkan PPN 10% menjadi bulat (atau setidak-tidaknya mendekati bulat, kelipatan seribu atau lima ratus rupiah).
Contoh:
Harga Rp. 17.727 (belum termasuk PPN).
Jika ditambahkan PPN 10% menjadi
= Rp. 17.727 + (10% x Rp. 17.727) = Rp. 19.499,7 (dibulatkan menjadi Rp. 19.500).
Contoh lain, harga Rp. 19.091 (belum termasuk PPN)
Jika ditambahkan PPN 10% menjadi
= Rp. 19.091 x 110% = Rp. 21.000,1 (dibulatkan menjadi Rp. 21.000).

Jadi, semua harga dengan pola unik ini jika ditambahkan PPN 10% maka akan menjadi bulat atau mendekati bulat, kelipatan seribu atau lima ratus.

Pola harga unik ini dapat dilihat dari setidaknya dua angka terakhir (angka satuan dan puluhan). Kedua angka tersebut jika dijumlahkan nilainya 9 (jika tidak dibulatkan).

Kenapa?
Perlu diketahui bahwa penambahan PPN 10% tersebut sama saja dengan mengalikan harga sebelum PPN dengan faktor pengali 1,1 (didapat dari H + (10% x H) = H + 0,1 H = 1,1 H).
Jika dibalik, maka untuk mendapatkan harga sebelum PPN adalah dengan membagi harga setelah PPN dengan faktor pembagi 1,1.
Membagi suatu bilangan dengan 1,1 sama saja dengan mengalikannya dengan 10/11.
Contoh:
10.000/1,1 = 10.000 x 10/11 = 9.090,909
20.000/1,1 = 20.000 x 10/11 = 18.181,818

Dari dua contoh di atas terlihat sifat khusus dari pembagian dengan angka pembagi 11.
Hasilnya merupakan angka dengan pola unik, berulang dan dua angka yang berurutan dari belakang jika dijumlahkan nilainya 9 (jika tidak dibulatkan).

Jadi alasan kenapa digunakan harga-harga yang unik di atas adalah karena harga-harga tertera tersebut belum termasuk PPN dan karena sifat unik dari pembagian angka 11 maka jika harga-harga tersebut ditambahkan PPN 10% nilainya menjadi bulat (atau setidak-tidaknya mendekati bulat), kelipatan seribu atau lima ratus rupiah.

Sebagai pengetahuan tambahan, berikut adalah tabel sebagian harga setelah dan sebelum PPN 10% yang merupakan angka unik:


Demikian alasan kenapa harga-harga makanan di fast food pada umunya menggunakan harga-harga unik sepert tertera di atas.

Masih penasaran?
Sekarang Anda pasti sudah tidak penasaran lagi.


Disclaimer:
Harga-harga yang tertera pada gambar di atas hanyalah ilustrasi semata dan bukan untuk tujuan promosi.


*Dari pengetahuan sendiri

Sambaran Petir




Pernahkan Anda mendengarkan seseorang tersambar petir ketika berteduh di bawah pohon?
Banyak yang bertanya kenapa petir justru menyerang orang yang berteduh di bawah pohon dan tidak menyambar pohonnya yang lebih tinggi?

Tahukah Anda alasan kenapa petir menyambar orang yang berteduh di bawah pohon?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?

Berikut alasannya:
Petir atau kilat atau halilintar adalah fenomena alam berupa loncatan muatan listrik antara awan ke awan, awan ke tanah dan sebaliknya.
Loncatan ini terjadi karena perbedaan muatan listrik untuk mencapai suatu kesetimbangan.
Pada umumnya petir yang biasa kita lihat adalah loncatan muatan listrik negatif (elektron) dari awan ke tanah (yang bermuatan netral).
Petir biasanya terjadi pada musim hujan karena kadar air dalam udara yang menjadi penghantar petir di musim hujan cenderung lebih banyak dibandingkan pada saat musim kemarau. Seperti diketahui air adalah salah satu media yang dapat menghantarkan listrik.
Petir akan selalu berusaha menyambar sasaran secepat-cepatnya. Itulah sebabnya maka penangkal petir (pasif) dibuat setinggi-tingginya agar memberbesar kemungkinan untuk disambar. Dengan menyambar penangkal petir (yang langsung terhubung ke bumi/tanah) maka gedung dan rumah tempat dipasangnya penangkal petir menjadi terhindar dari sambaran petir.
Kembali ke pertanyaan kenapa petir justru menyambar orang yang lebih rendah dari pohon.

Alasannya sebagai berikut:
Dikutip dari suatu sumber yang menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang benar-benar dapat mengundang petir. Tower atau menara, baliho, pagar, kabel, pohon yang tinggi memang lebih rentan terkait dengan potensi tersambar petir. Namun bukan berarti orang yang berlindung di bawah tower atau di bawah pohon akan aman dari sambaran petir.
Penjelasannya sederhana. Kita harus pahami bahwa kecepatan petir sama dengan kecepatan cahaya yakni 3 x 108 m/s. Kecepatan suara lebih rendah dari kecepatan cahaya. Itu sebabnya kita baru mendengarkan suara guruh yang menggelegar sesaat setelah melihat cahaya kilat atau petir.
Jika seseorang berteduh di bawah pohon yang tingginya 10 meter dan tinggi orang tersebut misalnya 1,75 meter (selisih tinggi pohon dan orang 8,25 meter) maka untuk kecepatan cahaya sebesar 3 x 108 m/s, selisih jarak 8,25 meter hanya ditempuh dalam waktu 8,25/(3 x 108) = 0,0000000275 detik. Perbedaan waktu yang sangat-sangat kecil tersebut menjadikannya menyambar pohon dan orang di bawah pohon sama saja atau tidak ada bedanya.
Itulah alasannya kenapa orang yang berteduh di bawah pohon (saat hujan deras dan banyak petir menyambar) masih bisa tersambar petir.
Tentunya pohon pun tidak akan luput dari sambaran petir, hanya saja mungkin banyak orang yang tidak terlalu memperhatikannya.

Masih penasaran?
Semoga dengan penjelasan di atas, Anda menjadi paham dan akan mencari tempat yang lebih aman dari sambaran petir di dalam sebuah ruangan, alih-alih berteduh di bawah tower atau di bawah pohon.


Dari berbagai sumber, telah diolah kembali.
*Copas diijinkan asalkan mencantumkan sumber

ASMO Past Year Questions




ASMO (Asian Science and Maths Olympiad) atau sebelumnya disebut MASMO (Malaysia Asean Math Olympiads) adalah sebuah kompetisi tingkat Asia yang dirancang untuk menantang dan mengevaluasi pengetahuan siswa dalam bidang matematika dan sains sesuai jenjangnya.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kompetisi ini akan menambah pengetahuan dan pemahaman siswa tentang beberapa konsep matematika dan sains.
Dengan kompetisi ini diharapkan para siswa dapat memiliki pengalaman dan keterampilan untuk memenuhi tantangan sains dan teknologi di waktu mendatang.

Sebagai bahan pelajaran dan persiapan mengikuti tes ASMO, berikut contoh-contoh soal ASMO/MASMO tahun-tahun sebelumnya yang dirangkum dari beberapa sumber yang ada.

ASMO (Asian Science and Maths Olympiad) or previously known as MASMO (Malaysia Asean Math Olympiads) is an Asian competition platform designed to challenge and evaluate student's knowledge in Mathematics and Science at their grade level.
The questions in this competition will stretch student's knowledge and understanding of some math and science concepts.
By this competition, it is hoped that students will have the experience and skills to meet the science and technology challenges in the future.

As study material and preparation for taking the
ASMO test, the following are examples of ASMO / MASMO questions from previous years, summarized from several available sources.


ASMO Past Year Questions

ASMO Maths 2018


ASMO Science 2018


ASMO Maths 2016

ASMO Science 2016

ASMO Maths 2015

ASMO Science 2015

Baca Juga: Soal-Soal Olimpiade Sains Kuark (OSK)

MASMO Past Year Questions

MASMO Maths 2014

MASMO Science 2014


Catatan:
Semua soal dan kunci jawaban ASMO/MASMO di atas dapat di-download setelah melakukan Permintaan Akses melalui akun Google atau akun lainnya.
Permintaan akses akan disetujui segera setelah dilakukan verifikasi akun.

Note:
All questions and answer keys of  ASMO / MASMO above can be downloaded by clicking Request access on Your need access via Google account or other account. Access request will be approved immediately after account verification.





Antena Folded Dipole




Pernahkah Anda melihat antena seperti gambar di atas?
Ya, itu adalah antena penerima saluran televisi VHF (Very High Frequency) yang dahulu digunakan oleh stasiun TVRI, sebelum adanya TV swasta dan TV berbayar seperti sekarang ini.
Nama teknis dari antena jenis ini adalah antena Yagi dengan pencatuan folded dipole atau dipol terlipat.


Mungkin Anda pernah berpikir kenapa antena yang terhubung di kedua ujungnya ini tidak menyebabkan terjadinya korsleting (short circuit atau hubungan pendek) pada perangkat televisi yang terhubung dengan antena ini.

Tahukah Anda alasan kenapa antena folded dipole tidak menimbulkan korsleting atau hubungan pendek meskipun pada kedua ujungnya terhubung?
Penasaran?
Mau tahu alasannya?

Berikut alasannya:
Setidaknya ada dua alasan teknis dan argumentatif yang dapat menjawab pertanyaan ini.

Pertama,
Antena folded dipole sebagaimana halnya antena basic dipole atau ordinary dipole merupakan balanced antenna, yakni antena yang memiliki dua sisi yang sama panjang (seimbang). Agar beroperasi dengan baik, balanced antenna membutuhkan catuan yang seimbang (balanced feeder), seperti kabel pita 300 ohm. Namun demikian unbalanced feeder, seperti kabel coaxial 75 ohm juga dapat digunakan dengan tambahan suatu transformer yang disebut balun (balanced-unbalanced). Balun di sini disamping berfungsi sebagai penghubung antara antena yang bersifat balanced dengan feeder kabel coaxial yang bersifat unbalanced, juga berfungsi sebagai matching impedance atau penyesuaian/penurunan impedansi dari 300 ohm menjadi 75 ohm.
Jika kita menggunakan kabel coaxial sebagai feeder dan menggunakan balun sebagai transformer atau matching impedance, koneksi antara antena folded dipole dengan balun dan kabel coaxial terlihat pada gambar berikut:

Dari gambar di atas tampak bahwa meskipun antena folded dipole membentuk sirkuit tertutup (loop) namun pada akhirnya setelah ditambahkan balun, bagian center conductor dan shield (ground) dari kabel coaxial tetap tidak terhubung. Karena kedua konduktor kabel coaxial ini tidak terhubung maka tentu tidak akan menyebabkan short circuit atau hubungan pendek pada pesawat televisi yang terhubung dengan antena ini.

Kedua,
Alasan kedua adalah jika antena folded dipole ini dicatu tanpa balun dan menggunakan balanced feeder (kabel pita 300 ohm), seperti gambar di bawah ini:


Jika melihat pencatuan antena folded dipole dengan kabel pita 300 ohm seperti di atas (meskipun saat ini kabel pita sudah jarang digunakan karena alasan rentan interferensi), pasti banyak yang menyangka bahwa ada salah dengan koneksi ini dan akan menimbulkan short cicuit pada pesawat televisi.
Pada kenyataannya tidaklah demikian.
Berikut ulasan secara lengkap dan detail
Saluran transmisi (transmission line) umumnya digambarkan dalam skema rangkaian berikut:

dimana
V(z) dan I(z) berturut-turut adalah tegangan dan arus dalam fungsi z
VLIL , dan ZL berturut-turut adalah tegangan, arus dan impedansi beban L
Zo adalah impedansi karakteristik (biasanya besarnya 50 ohm/75 ohm/300 ohm)
β adalah konstanta fase yang besarnya 2π/λ
Zin adalah impedansi input ke arah beban L
adalah jarak dari beban L

Menurut teori saluran transmisi, besarnya tegangan dan arus pada saluran transmisi dalam fungsi adalah:
dimana
Vo+ adalah tegangan gelombang datang (incident voltage)
Voadalah tegangan gelombang pantul (reflected voltage)
Arus gelombang pantul ( Vo-Zo) bernilai negatif karena arahnya berlawanan dengan arah arus gelombang datang.

Untuk nilai z = 0, maka besarnya impedansi beban, ZL adalah:

Atau besarnya tegangan gelombang datang, Vo+ adalah:

Untuk nilai = - dari beban L (nilai negatif karena berlawanan arah dengan sumbu positif z), maka besarnya Impedansi Input (Zin) ke arah beban L adalah:

Dengan substitusi V0+ pada kedua persamaan terakhir di atas dan mengeliminasi nilai V0-, maka diperoleh besarnya Impedansi Input (Zin):

Untuk saluran transmisi dengan impedansi beban ZL = 0 (short circuit) seperti gambar berikut:


Dengan formula untuk Impedansi Input (Zin) seperti perhitungan di atas, yakni:

dan memasukkan nilai ZL = 0 (short circuit), maka diperoleh besanya Impedansi Input (Zin)

Antena Folded Dipole
Antena folded dipole dengan panjang L, jika dipotong di tengah (di titik pencatuan) akan menjadi dua kali half folded dipole dengan panjang L/2, seperti gambar berikut:

Karena sisi d terhubung maka dapat dianalogikan sebagai saluran transmisi dengan beban ZL = 0 (short circuit), seperti gambar berikut:
Sebagaimana perhitungan sebelumnya, besarnya Impedansi Input (Zin) untuk beban ZL = 0 (short circuit) adalah:

Dengan memasukkan nilai panjang l = L/2, maka besarnya Impedansi Input (Zin)

Sesuai teori, panjang antena (L) baik ordinary dipole maupun antena folded dipole adalah λ/2, maka:
Dengan substitusi β = 2π/λ maka besarnya Impedansi Input (Zin) menjadi:
Diketahui bahwa nilai dari tan π/2 atau tan 90 (tak terhingga) maka
Nilai Impedansi Input = ∞ (tak terhingga) itu artinya open circuit. Open circuit artinya dua titik atau terminal yang tidak terhubung. Karena tidak terhubung pada titik pencatuan maka tidak akan terjadi korsleting atau hubungan pendek.

Berikut ilustrasi analogis dari antena folded dipole dengan panjang L=λ/2


Demikianlah dua alasan kenapa antena folded dipole yang terhubung pada kedua ujungnya tidak akan menyebabkan korsleting atau hubungan pendek pada pesawat televisi yang terhubung dengan antena tersebut.

Dari serangkaian paparan dan perhitungan di atas, maka panjang antena folded dipole akan sangat mempengaruhi nilai dari Impedansi Input.
Jika kita salah mendesain panjang antena folded dipole maka antana tidak akan dapat berfungsi secara optimal atau malah mungkin dapat merusak perangkat yang terhubung ke antena tesebut (seperti televisi atau radio komunikasi)
Selain λ/2, panjang antena folded dipole yang diperkenankan adalah 3λ/2, 5λ/2, 7λ/2, dst.
Jika panjang antena folded dipole sepanjang λ, 2λ, 3λ, dst. maka secara teori Impedansi Input-nya akan bernilai 0 (short circuit).
Impedansi Input di titik pencatuan antena bernilai 0 (short circuit) artinya antena tidak akan berfungsi secara optimal karena pada antena tersebut seolah-olah telah terjadi hubungan pendek (korsleting) pada titik pencatuannya.

Demikian dua alasan kenapa antena folded dipole (dengan panjang λ/2) yang terhubung di kedua ujungnya tidak menimbulkan korsleting atau short circuit.

Sebagai catatan, jangan pernah menganalogikan saluran transmisi gelombang elektomagnetik ini dengan saluran transmisi listrik yang frekuensinya hanya 50 Hz.

Kenapa?
Karena seperti diketahui rumus panjang gelombang (λ) = kecepatan cahaya (c) dibagi dengan frekuensi (f) dan panjang gelombang (λ) untuk frekuensi 50 Hz adalah 300.000.000 ÷ 50 = 6.000.000 meter.
Mana mungkin ada saluran transmisi listrik (tanpa transformator) yang memiliki panjang kabel mencapai 3.000 km atau tiga kali panjang pulau Jawa ??

Apakah Anda masih penasaran sekarang?



Dari perhitungan sendiri berdasarkan teori saluran transmisi
*Copas diijinkan asalkan mencantumkan sumber




Recent Post

Other Post